Meskipun peraturan perundang-undangan mewajibkan setiap petugas kesehatan menuliskan atau merekam apapun layanan yang mereka berikan kepada pasiennya, namun perlu diingat bahwa:
TIDAK SETIAP CATATAN YANG DIBUAT DALAM PELAYANAN KESEHATAN DAPAT DISEBUT SEBAGAI REKAM MEDIS
Seandainya seorang dokter setelah menyuntik pasiennya dengan Ampisilin lalu menuliskan ke selembar kertas kosong:
- injeksi ampisilin 1 mg
Maka catatan tersebut belum bisa disebut sebagai rekam medis karena baru menyatakan satu hal saja, yaitu "apa yang dilakukan". Catatan tersebut belum bisa menceritakan kembali siapa yang melakukan, siapa yang diberi perlakukan, apa yang dilakukan, kapan terjadinya, di mana kejadiannya, mengapa itu dilakukan, bagaimana melakukannya, apa hasilnya (bila ada), dan sebagainya.
Jadi, untuk bisa disebut sebagai rekam medis, catatan dalam contoh di atas harus dilengkapi agar bisa "menceritakan" kembali apa, siapa, di mana, bagaimana, kapan, kenapa, berapa, dan sebagainya, misalnya:
Dengan demikian, rekam medis dapat didefinisikan sebagai:
REKAM MEDIS ADALAH BERKAS YANG BERISI CATATAN DAN DOKUMEN TENTANG IDENTITAS PASIEN, PEMERIKSAAN, PENGOBATAN, TINDAKAN DAN PELAYANAN LAIN YANG TELAH DIBERIKAN KEPADA PASIEN.
(Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; Bab I Pasal 1 ayat 1, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Pasal 46 ayat 1)
Dalam buku Medical Records Manual - a Guide for Developing Countries dari WHO (2006) disebutkan bahwa:
The medical record “must contain sufficient data to identify the patient, support the diagnosis or reason for attendance at the health care facility, justify the treatment and accurately document the results of that treatment” (Huffman, 1990).
Rekam medis harus berisi data yang cukup agar dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien, menunjang penentuan diagnosis atau menyatakan alasan utama pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan, mengesahkan alasan pemberian tindakan dan mendokumentasikan semua hasilnya secara akurat.
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis dalam bab II Pasal 2 mengatur sebagai berikut :
Rekam Medis Rawat Jalan minimal memuat data tentang:
- identitas pasien;
- tanggal dan waktu;
- hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
- hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
- diagnosis;
- rencana penatalaksanaan;
- pengobatan dan/atau tindakan;
- pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
- untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik;
- persetujuan tindakan bila diperlukan.
- identitas pasien;
- tanggal dan waktu;
- hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
- hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
- diagnosis;
- rencana penatalaksanaan;
- pengobatan dan/atau tindakan;
- persetujuan tindakan bila diperlukan;
- catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
- ringkasan pulang (discharge summary);
- nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberi
- pelayanan kesehatan;
- pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;
- untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
- identitas pasien;
- kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;
- identitas pengantar pasien;
- tanggal dan waktu;
- hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
- hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
- diagnosis;
- pengobatan dan/atau tindakan;
- ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;
- nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
- sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain;
- pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
- jenis bencana dan lokasi di mana pasien ditemukan;
- kategori kegawatan dan nomor pasien bencana massal;
- identitas yang menemukan pasien.
Rekam medis untuk pelayanan dalam ambulans atau pengobatan massal minimal memuat data seperti rekam medis rawat darurat.
Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Bab VIII Pasal 29 ayat 1 (h) menyebutkan bahwa "Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban menyelenggarakan rekam medis". Dalam penjelasan dari butir ayat tersebut tercantum bahwa "yang dimaksud dengan penyelenggaraan rekam medis dalam ayat ini adalah dilakukan sesuai dengan standar yang secara bertahap diupayakan mencapai standar internasional".
Bagaimana bentuk rekam medis?
REKAM MEDIS DAPAT BERUPA DOKUMEN DALAM MEDIA TRADISIONAL (MISALNYA KERTAS) MAUPUN DALAM BENTUK ELEKTRONIK.
(Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008, Bab II Pasal 2 ayat 1).
Dengan ketentuan tersebut di atas, maka seandainya rekam medis tersimpan dalam media elektronik harus juga mencantumkan informasi lengkap tentang episode pelayanan yang direkam tersebut.
Dengan kemajuan dan kemudahan teknologi saat ini, maka bisa saja dokter melakukan tindakan operasi sambil merekam semua hal yang dilakukannya dalam sebuah media voice recorder sebagai bentuk dari laporan operasinya. Untuk bisa memenuhi persyaratan sebagai rekam medis, maka hal-hal berikut ini juga harus direkam dalam media voice recorder tersebut, misalnya:
- voice recorder harus sudah disiapkan dalam posisi merekam sebelum memulai tindakan operasi,
- dokter mengucapkan informasi berikut ini agar terekam dalam voice recorder.
Pasien telah ditidurkan di meja operasi dengan premedikasi [sebutkan obatnya]. Dilakukan [...dan seterusnya sebutkan apapun yang dilakukan, yang dilihat, dan sebagainya].
Operasi selesai. Alat dihitung lengkap.
Saat ini hari [sebutkan hari] tanggal [sebutkan tanggal] jam [sebutkan jam] WIB, saya [sebutkan nama lengkap dengan gelar] mengakhiri tindakan operasi [sebutkan nama operasinya] terhadap pasien [sebutkan nama pasien] dengan nomor rekam medis [sebutkan nomor rekam medisnya] di ruang operasi RS [sebutkan nama RS].
● proses perekaman kemudian dihentikan, hasil rekaman di-save dan alat perekam (voice recorder) kemudian dimatikan.
Dengan isi rekaman seperti tersebut di atas, maka seandainya rekaman tersebut diputar kembali dan didengarkan oleh orang lain (tentu saja yang berhak mengetahui isi rekaman tersebut) maka pendengar bisa mengetahui dan memahami tentang apa, siapa, di mana, bagaimana, kapan, kenapa, berapa, dan sebagainya berkaitan dengan kejadian yang direkam. Hal yang sama juga berlaku seandainya rekaman yang dimaksud dalam bentuk video.
Hasil rekaman suara seperti dalam contoh di atas dapat diserahkan kepada petugas yang berkompeten untuk didengarkan dan diketik menjadi laporan operasi menurut format yang telah ditentukan. Hasil ketikan tersebut kemudian akan diserahkan kepada dokter pelaksana operasi untuk dibaca dan diperiksa seandainya terdapat kekurangan atau hal yang belum sesuai dengan apa yang terekam. Setelah semua kekurangan diperbaiki maka laporan yang telah diketik tersebut ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan. Dalam contoh ini, petugas yang berkompeten tersebut disebut sebagai transkripsionis medis (medical transcriptionist).
Contoh bentuk rekam medis lainnya misalnya hasil foto radiologi (foto rontgen). Dalam setiap hasil foto selalu tercantum identitas pasien, dokter yang meminta foto tersebut, tanggal pelaksanaan foto, tempat pelaksanaan foto, dan informasi pendukung lainnya. Dengan demikian foto tersebut dapat "menceritakan" kembali tentang apa, siapa, di mana, bagaimana, kapan, kenapa, berapa, dan sebagainya berkaitan dengan kejadian yang direkam. Demikian pula dengan hasil USG (Ultrasonografi), CT-Scan (Computer-aided Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonance Imaging), ECG (Electrocardiography), EEG (Electroencephalography), EMG (Electromyography), dan sebagainya.
Hal yang sama juga berlaku untuk lembar-lembar hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Jadi pada prinsipnya:
REKAM MEDIS DAPAT BERUPA CATATAN/TULISAN, GRAFIK, FOTO, SUARA, VIDEO, ATAU KOMBINASI DARI BENTUK-BENTUK TERSEBUT DALAM BERBAGAI MEDIA.
Siapa yang membuat rekam medis ?
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; Bab I Pasal 1 ayat (1) dan UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
REKAM MEDIS ADALAH BERKAS YANG BERISI CATATAN DAN DOKUMEN TENTANG IDENTITAS PASIEN, PEMERIKSAAN, PENGOBATAN, TINDAKAN DAN PELAYANAN LAIN YANG TELAH DIBERIKAN KEPADA PASIEN.
Medical Record Institute sebagai salah satu lembaga yang diacu untuk referensi bidang rekam medis menyebutkan:
Rekam medis adalah kumpulan fakta yang saling terkait dengan kehidupan seorang pasien beserta riwayat kesehatannya, termasuk riwayat penyakit yang pernah diderita dan semua tindakan/operasi yang pernah dilakukan, ditulis oleh tenaga-tenaga kesehatan profesional yang bersama-sama berkontribusi memberi pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
(Medical records is a compilation of pertinent facts of a patient’s life and health history, including past and present illness(es) and treatment(s), written by the health professionals contributing to that patient’s care).
Kalau kita cermati pernyataan tersebut di atas, tidak disebutkan bahwa rekam medis ditulis, diisi, atau dibuat oleh seorang dokter tapi oleh setiap tenaga kesehatan profesional yang bersama-sama memberi pelayanan kesehatan kepada pasien tersebut. Di Indonesia, jenis tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari:
- tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi;
- tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan;
- tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
- tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, ventomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;
- tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;
- tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasi terapis dan terapis wicara;
- tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, orthotik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
Dengan demikian dokumen rekam medis pada akhirnya bisa merupakan kumpulan fakta (bukan "sekedar" cerita) yang ditulis/ direkam oleh berbagai tenaga kesehatan tentang seorang pasien yang mereka kelola bersama. Rekam medis bisa juga merupakan hasil tulisan/rekaman dari seorang tenaga kesehatan saja, misalnya rekam medis yang dibuat oleh dokter/dokter gigi/ atau bidan di tempat praktik pribadinya.
Pada prinsipnya, yang wajib mendokumentasikan pelayanan kesehatan adalah pemberi layanan. Yang dimaksud dengan mendokumentasikan di sini yaitu menulis/merekam hingga menandatangani isian tersebut. Jika karena suatu hal (misalnya karena kesibukan) tenaga kesehatan tersebut (misalnya dokter X) tidak sempat menulis (atau mengetik) rekam medis yang menjadi tanggung jawabnya (misalnya laporan tindakan, ringkasan pelayanan, resume medis, dan sebagainya) maka orang lain boleh membantu menyelesaikan rekam medisnya (menulis atau mengetik) tetapi yang menandatangani tetap tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap isi rekam medis tersebut (dalam contoh ini yaitu dokter X).
Kapan Rekam Medis dibuat?
Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku menyatakan bahwa:
REKAM MEDIS WAJIB DIBUAT SESEGERA MUNGKIN DAN DILENGKAPI ISINYA SETELAH PASIEN MENERIMA SUATU BENTUK LAYANAN KESEHATAN.
Artinya, setiap kali terjadi transaksi terapetik (pemberian layanan kesehatan) maka wajib dibuat rekam medis oleh yang memberi layanan. Kondisi ini berlaku baik untuk layanan rawat inap, rawat jalan, maupun rawat darurat.
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien tidak terbatas hanya pada pelayanan kuratif (pengobatan) saja, tapi juga meliputi pelayanan promotif (peningkatan kualitas kesehatan), preventif (pencegahan), dan rehabilitatif (pemulihan). Jadi rekam medis juga wajib dibuat untuk pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk pelayanan konsultasi (gizi; tumbuh kembang anak; keluarga berencana; dan sebagainya), imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan status kesehatan (check-up).
Berkaitan dengan waktu, untuk rekam medis pelayanan rawat darurat dan rawat jalan umumnya segera dibuat, dilengkapi, dan diselesaikan setelah selesai pelayanan terhadap pasien (pada hari itu juga). Untuk rekam medis pelayanan rawat inap umumnya dilengkapi dan diselesaikan 2 x 24 jam setelah pulang dari perawatan inapnya.
Berkaitan dengan tempat, rekam medis wajib dibuat di manapun terjadi transaksi terapetik, baik di dalam gedung sebagai kegiatan rutin (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, klinik, balai pengobatan, rumah bersalin, dokter/bidan/perawat praktik pribadi dan sebagainya) maupun di luar gedung sebagai kegiatan sewaktu (rumah sakit tenda/lapangan, layanan pengobatan massal, layanan khitanan massal, layanan pemasangan susuk KB massal, layanan operasi katarak gratis, dan sebagainya). Jadi,
kegiatan bakti sosial pengobatan massal atau pengobatan gratis juga wajib membuat rekam medis sesuai kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa:
Rekam medis wajib dibuat sesegera mungkin setiap kali terjadi layanan kesehatan di manapun dan dalam bentuk apapun.
Maksud dari "sesegera mungkin" di sini bertujuan untuk menghindari kemungkinan lupa. Semakin lama jarak waktu antara kejadian dengan pembuatan rekam medis akan semakin besar kemungkinan lupa terhadap detil dari kejadiannya. Dengan dibuat sesegera mungkin maka rekam medis diharapkan dapat bersifat akurat, yaitu sesuai dengan apa yang terjadi.
Anjuran umum untuk pembuatan rekam medis adalah:
segera tulis yang kamu lakukan dan segera lakukan yang kamu tulis.
(sumber : Modul 1 UT ASIP4315)
0 komentar:
Posting Komentar