Pencatatan, perekaman, atau pendokumentasian pemberian layanan kesehatan beserta hasil-hasilnya telah dilakukan sejak sekitar 25.000 SM. Hal ini tampak dari berbagai bentuk "catatan" yang dibuat oleh berbagai peradaban di berbagai negara dalam berbagai media sesuai dengan perkembangan zaman peradaban terkait. berbagai bentuk praktik pendokumentasian layanan kesehatan ini menunjukkan bahwa perkembangan praktik rekam medis berjalan seiring dengan perkembangan praktik kedokteran.
Temuan bentuk-bentuk pendokumentasian layanan kesehatan :

Temuan dokumentasi tersebut juga menceritakan riwayat tabib/pendeta Spanyol kuno yang mampu melakukan amputasi beberapa jari tangan. Hal ini terlukis dalam dinding gua batu yang diduga terjadi pada 7.000 SM (jaman batu tua sekitar 25.000 SM). Adanya bukti dokumentasi yang bernilai sejarah tinggi tentang praktik kedokteran kuno itu telah menguak tabir budaya dan keunikan praktik kedokteran di masa silam yang amat bermanfaat bagi referensi kedokteran modern.
Para tabib Mesir kuno juga melakukan pendokumentasian praktik kesehatannya bersamaan dengan lahir dan majunya ilmu kedokteran. Salah satu tabib Mesir kuno yang amat tersohor bernama Thoth dan diagungkan sebagai dewa, serta Imhotep (3.000-2.500 SM) yang dikenal sebagai Bapak Pengobatan (patron of medicine). Kedua tabib Mesir Kuno itu banyak menulis buku tentang kesehatan dalam bentuk gulungan papyrus, semacam kertas berserat yang berasal dari tumbuhan di tepi sungai Nil, dengan tulisan berbentuk simbol gambar yang dinamakan hieroglyph.
Kumpulan papyrus medis yang diketemukan umumnya tanpa diketahui nama penulisnya (anonim).
Papyrus berfungsi sebagai sarana komunikasi dan sumber edukasi kedokteran/kesehatan yang amat berharga. Selain itu terdapat papyrus Kahun yang isinya mengenai kebidanan (1835 SM) yang ditemukan Flinders Petris tahun 1889 Maseshi di Fayum, Lahun (Mesir).
Hippocrates (460SM) seperti tampak di bawah ini, adalah seorang tabib tersohor dari Yunina dan dikenal sebagai Bapak Kedokteran, telah mendokumentasikan praktik kedokterannya dengan mencatat secara teliti hasil pengamatannya terhadap kondisi pasien. Hippocrates secara sistematis telah mencatat tahapan riwayat sakit para pasiennya. Dia juga menata, mengumpulkan dengan rapi, mengelompokkan jenis penyakit dengan sederhana serta menganalisis kondisi pasien dengan kecermatan yang tinggi. Semua hal ini merupakan tahapan teknologi dasar dari praktik pendokumentasian dalam rekam medis dan manajemen informasi kesehatan masa kini.
Bangsa Cina telah mendokumentasikan praktik pengobatan tradisional dari para tabibnya (sinshe) pada gulungan kertas, kayu, dan bambu. Catatan ini bersisi praktik tradisional akupunktur dan ramuan tumbuhan atau binatang. Para sinshe ini juga mendokumentasikan „tanda sakit‟ pasien pada model tubuh manusia (dummy) yang terbuat dari tembaga atau gading. Praktik pendokumentasian melalui dummy juga dilakukan oleh bangsa Babylonia.
Ibnu Sina, tabib modern Asia Timur pada masa kejayaan Islam, menulis banyak buku tentang ilmu kesehatan dari hasil pendokumentasian layanan terhadap pasien-pasiennya. Pada era keemasan Islam, ibu kota pemerintahan selalu berubah dari dinasti ke dinasti. Di setiap ibu kota pemerintahan, pastilah berdiri rumah sakit besar. Selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang yang sakit (RS), rumah sakit juga menjadi tempat bagi para dokter Muslim mengembangkan ilmu medisnya. Konsep yang dikembangkan umat Islam pada era keemasan itu hingga kini juga masih banyak memberikan pengaruh.
RS terkemuka pertama yang dibangun umat Islam berada di Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah pada 706 M. Namun, rumah sakit terpenting yang berada di pusat kekuasaan Dinasti Umayyah itu bernama Al-Nuri. Rumah sakit itu berdiri pada 1156 M, setelah era kepemimpinan Khalifah Nur Al-Din Zinki pada 1156 M.
Pada masa itu, RS Al-Nuri sudah menerapkan rekam medis (medical record). Inilah RS pertama dalam sejarah yang menggunakan rekam medis. Sekolah kedokteran Al-Nuri juga telah meluluskan sederet dokter terkemuka, salah satunya adalah Ibn Al-Nafis - ilmuwan yang menemukan sirkulasi paru-paru. RS ini melayani masyarakat selama tujuh abad, dan bagiannya hingga kini masih ada.
Di Indonesia terdapat sekitar 250 manuskrip (naskah) yang kebanyakan berasal dari Bali, di antaranya berisi tentang ramuan pengobatan. Manuskrip ini dicatat dalam daun lontar yang berukuran 3,5 hingga 4,5 cm sepanjang 35 – 50 cm (lihat gambar di bawah ini). Biasanya hasil karya itu menggunakan bahasa Jawa Kuno (Kawi), bahasa Bali termasuk Sansekerta, dan lazimnya naskah tanpa mencantumkan nama penulis (anonim). Selain daun lontar, ada beberapa sarana perekam lainnya yang digunakan dalam tulis menulis, seperti kayu, kulit kayu, kulit binatang, dan bambu.
Manuskrip yang ada kebanyakan tidak membahas tentang kesehatan perseorangan pasien tetapi cenderung tentang khasiat jejamuan bagi kesehatan yang bersifat umum. Misalnya, tentang resep kecantikan, racikan untuk mencegah atau mengobati penyakit yang berkaitan dengan kesehatan yang banyak disimpan, diwariskan dan dirahasiakan secara turun-temurun oleh pengraciknya yang terkadang merupakan keluarga bangsawan atau kerabat keraton (Jawa).
Pada pahatan relief candi Borobudur (peninggalan dinasti Syailendra abad ke-8) terdapat pula cerita "riwayat medis" yang menceritakan tentang Sang Budha yang sedang sakit dan diobati dengan tumbuhan mujarab tertentu. Dari relief itu dapat diasumsikan bahwa praktik pendokumentasian layanan kesehatan sudah terjadi sejak masa silam meski dalam bentuk cerita (mitos) sekalipun.
Memasuki abad ke-20 di era menjelang kemerdekaan, tenaga kesehatan Belanda dan dokter Indonesia pribumi masa itu (lulusan sekolah kedokteran Stovia dari Batavia) dan staf kesehatannya telah melakukan praktik pendokumentasian layanan kesehatan secara sederhana. Umumnya, rekaman kesehatan ditulis ke dalam buku register. Rekaman kesehatan rumah sakit tersebut dibuat terutama bila yang dirawat adalah pejabat kolonial, tentara dan warga Belanda lainnya atau penduduk kelas tertentu (priyai, kaum terpelajar, terpandang, dan pedagang).
Paradigma Baru Profesi RMIK
Sesuai dengan perkembangan berbagai aspek dalam praktik profesi pengelolaan rekam medis dan manajemen informasi kesehatan, penyebutan nama profesi ini juga telah mengalami beberapa kali penyesuaian. Perhatikan kronologis penyesuaian nama profesi pengelolaan rekam medis dan manajemen informasi kesehatan, sebagai berikut ini :
Pada tahun 1970-an profesi "medical record librarianship" berubah dari sebutan seorang profesional "pustakawan" menjadi "administrator". Penyebutan profesi ini di Australia diubah menjadi "medical record administration" pada tahun 1976. Kemudian, pada tahun 1991 disesuaikan lagi menjadi manajemen informasi kesehatan. Penyesuaian ini berkaitan dengan berkembangnya lingkup tugas utama profesi ini yaitu melakukan pengelolaan (manajemen) INFORMASI kesehatan yang berasal dari berbagai sumber informasi aktivitas pelayanan kesehatan, bukan sekedar mengurus DOKUMEN rekam medis.
Organisasi profesi ini di Amerika berganti namanya dari American Medical Record Association (AMRA) menjadi American Health Information Management Association (AHIMA) pada tahun 1994. Jadi, yang semula menggunakan kata "Medical Records (MR)" menjadi "Health Information Management (HIM)".
Memasuki tahun 2000, secara internasional terbentuk kesepakatan untuk mengubah penggunaan sebutan gelar profesi :
- Dari Registered Record Technician (RRT) menjadi Registered Health Information Technician (RHIT).
- Dari Registered Record Administrator (RRA) menjadi Registered Health Information Administrator (RHIA)
Pada awal tahun 2011, federasi organisasi profesi ini di tingkat internasional, yaitu International Federation of Health Record Organization (IFHRO) akhirnya juga mengubah dan menyesuaikan namanya menjadi International Federation of Health Information Management Association (IFHIMA). Jadi, di tingkat global internasional telah terjadi pergeseran paradigma yang memperluas dan menegaskan bahwa lingkup profesi ini bukan sekedar mengelola berkas rekam medis melainkan mengelola informasi kesehatan dari berbagai sumber dalam berbagai bentuk dan media untuk berbagai kebutuhan dalam pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, kita telah lama mengenal berbagai istilah yang merupakan penyebutan dari "benda" berkas rekam medis (medical record). Ada yang menyebutnya sebagai "lis" (dari bahasa Belanda "lijst" = daftar), "status", atau "catatan medis/CM". Penyebutan ini kemudian berubah menjadi "rekam medis/ RM" pada sekitar tahun 1989 sesuai masukan dari Prof. Dr. Anton Mulyono yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional).
Sejak PORMIKI (Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia) didirikan tahun 1989, organisasi ini telah menggunakan kata “informasi” sesudah kata “perekam medis”. Pemilihan nama organisasi ini telah sesuai dengan perkembangan lingkup profesinya hingga saat ini.
Dalam perkembangannya, praktik pendokumentasian layanan kesehatan dan pengelolaan informasi yang dihasilkannya sangat dipengaruhi oleh 4 hal utama, yaitu perkembangan kedokteran (medis), manajemen pelayanan kesehatan, hukum kesehatan (peraturan perundangan yang terkait rekam medis), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan dan perubahan dari salah satu atau bersama-sama lingkup tersebut ternyata akan mengubah perilaku profesi ini dalam mengelola informasi kesehatan.
Dalam dunia kedokteran, perkembangan tentang pemahaman timbulnya penyakit, berkembangnya teknologi diagnosis dan tindakan kedokteran, serta berkembangnya teknologi farmasi telah mengubah pula cara pendokumentasian, pengklasifikasian, pengkodean, dan pengolahan statistik kesehatan.
Perubahan pola manajemen dalam pelayanan kesehatan, baik dalam hal perubahan bentuk organisasi sarana pelayanan kesehatan (saryankes); manajemen pembiayaan kesehatan; pola ketenagaan; kerja sama antar sarana pelayanan kesehatan; hingga globalisasi pelayanan kesehatan juga sangat berpengaruh pada cara pengelolaan manajemen informasi kesehatan mulai dari cara pencatatannya, penyimpanan, pengolahan hingga penggunaannya.
Dalam bidang hukum kesehatan, sepanjang tahun 1960-an hingga 2010 telah banyak disusun dan diterbitkan berbagai peraturan perundangan terkait pelayanan kesehatan, baik secara langsung mengatur rekam medis maupun secara tidak langsung berdampak pada pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan.
Masuknya teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pelayanan kesehatan telah banyak mengubah pola layanan kesehatan. Sejak dari pendaftaran pasien, pendokumentasian, pengolahan, penyimpanan, pemusnahan, hingga penggunaan teknologi untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan tindakan, juga merupakan faktor besar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bentuk dan pola pelayanan informasi kesehatan saat ini.
Meskipun para praktisi kesehatan di dunia telah semenjak masa pra sejarah menjalankan praktik MIK sesuai dengan tingkat peradabannya masing-masing, namun baru di awal abad ke-20 praktik MIK mulai berkembang maju. Dan, menjadi sangat berubah di akhir abad ke-20 seiring dengan munculnya revolusi dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pesatnya perkembangan bidang kedokteran, manajemen pelayanan kesehatan, hukum kesehatan, dan teknologi informasi dan komunikasi mendorong pergeseran paradigma dalam profesi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK). Pada saat ini bisa kita temui ada 2(dua) model praktik MIK yaitu “tradisional” dan “modern”. Praktik MIK tradisional berbasis pada pengelolaan kertas sebagai dokumen rekam medis sedangkan praktik MIK modern berbasis pada pengelolaan informasi dalam rekam medis dari berbagai sumber dalam berbagai bentuk (teks, gambar, grafik, suara, video, dan kombinasinya) dan berbagai media (manual maupun elektronik). Di antara kedua bentuk tersebut (tradisional dan modern) kita bisa mendapatkan bentuk peralihan dari tradisional ke modern yang dikenal sebagai bentuk “hibrid”.
Perubahan paradigma dalam profesi MIK ini telah merumuskan 7 peran profesional MIK seperti tampak dalam skema di bawah ini.
Dari skema di atas, tampak jelas bahwa seorang perekam medis sudah bukan hanya sebagai pengelola berkas rekam medis saja, namun ada 7 (tujuh) peran penting yang menjadi dasar strategi profesional MIK dalam berkarier dan mengembangkan diri, yaitu:
- Manajer Informasi Kesehatan (health information manager) : dalam peran ini ia bertanggung jawab untuk memberikan arahan tentang fungsi MIK bagi seluruh cakupan di organisasinya. Ia dapat menduduki posisi lini ataupun staf serta bekerja sama dengan pimpinan informasi puncak maupun dengan para pengguna sistem informasi. Kesemuanya adalah demi kemajuan sistem, metode, penunjang aplikasi, perbaikan kualitas data, kelancaran akses data, kerahasiaan, sekuritas dan penggunaan data.
- Spesialis data klinis (clinical data specialist) : dalam peran ini ia bertanggung jawab terhadap fungsi manajemen data dalam berbagai aplikasi, termasuk kode klinis, keluaran manajemen, penanganan registrasi khusus dan data base untuk keperluan riset.
- Koordinator informasi pasien (patient information coordinator) : dalam peran ini ia bertugas membantu konsumen menangani informasi kesehatan pribadinya, termasuk penelusuran riwayat kesehatan pribadi hingga tentang pelepasan informasi kesehatannya. Ia juga membantu konsumen dalam memahami berbagai pelayanan yang ada di instansi pelayanan kesehatannya dan menjelaskan cara mendapatkan akses ke sumber informasi kesehatan.
- Manajer kualitas data (data quality manager) : dalam peran ini ia bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi manajemen data serta aktivitas perbaikan mutu secara berkesinambungan demi keutuhan integritas data organisasi; termasuk membuat kamus data; mengembangkan kebijakan, juga memonitor kualitas data dan audit.
- Manajer keamanan informasi (security manager) : dalam peran ini ia bertanggung jawab dalam mengatur keamanan informasi secara elektronis, termasuk pelaksanaan audit kinerja.
- Administrator sumber data (data resource administrator) : dalam peran ini ia bertugas menangani sumber data organisasi termasuk bertanggung jawab atas tempat penyimpanan data. Ia juga melakukan manajemen data dan menangani pelayanan informasi secara lintas kontinum, melengkapi akses atas informasi yang dibutuhkan serta menjamin integritas data jangka panjang.
- Analis riset (research analyst) : dalam peran ini ia bertugas membantu pimpinan memperoleh informasi dalam mengambil keputusan dan pengembangan strategi dengan menggunakan berbagai perangkat analisis data dan basis data (database).
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusArtikel yang sangat bermanfaat untuk wawasan tentang rekam medis elektronik mulai dari sejarahnya
BalasHapus